MAKALAH
AKHLAK
TASAWUF
MANUSIA
MAKHLUK BERMORAL
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Akhlak Tasawuf
Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Mujiono abdillah, M. Ag
Disusun Oleh :
Noor Safira Ikhtiari ( 1705036002)
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN
BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2017
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr,wb.
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang
Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga saya dapat
menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Sholawat serta salam
tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman
jahiliyah menuju zaman yang terang benerang ini yaitu Dinnul Islam.
Makalah
ini dibuat guna untuk menyelesaikan mata kuliah Akhlak Tasawuf. Saya menyadari
bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu
saya senantiasa terbuka untuk memerima pembaca dalam memberikan saran serta
kritik yang dapat membangun. Kritik konstruktif dari pembaca sangat saya
harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kita sekalian.
Wassalamu’alaikum
wr,wb.
Semarang, Oktober 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
A.
Latar Belakang
............................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah
........................................................................ 2
C.
Tujuan
.......................................................................................... 2
D.
Manfaat
........................................................................................ 2
BAB II ISI ............................................................................................... 3
A.
Hakikiat Manusia
......................................................................... 3
B.
Definisi Moral
.............................................................................. 5
C.
Ciri-ciri Manusia
Makhluk Bermoral .......................................... 5
BAB III PENUTUP ................................................................................ 8
A.
Kesimpulan
.................................................................................. 8
B.
Saran
............................................................................................ 8
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 9
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Moral dipahami sebagai ajaran-ajaran,
wejangan-wejangan, khotbah-khotbah, dan patokan-patokan tentang bagaimana
manusia harus hidup dan bertindak agar ia menjadi manusia yang baik. Sumber
langsung ajaran moral dapat berupa agama, nasihat para bijak, orang tua, guru,
dan sebagainya. Pendek kara, sumber ajaran moral meliputi agama, tradisi, adat
istiadat, dan ideologi-ideologi tertentu. Maududi membagi moral menjadi dua
macam, yakni moral religius dan moral sekunder. Moral religius mengacu kepada
agama sebagai sumber ajarannya, sedangkan moral sekunder bersumber pada
ideologi-ideologi non agama. Kata moral selalu mengacu baik-buruknya manusia,
ketika ia sedang menyandang predikat, misalnya sebagai sopir, pemain sepak
bola, ataupun penceramah. Moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari
segi kebaikannya sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolak ukur untuk
menentukan betul salahnya sikap dan tindakan manusia, dilihat dari segi baik
dan buruknya sebagai manusia, dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan
terbatas.
Norma moral merupakan salah satu dari tiga
norma umum selain norma sopan santun dan norma hukum. Berbeda dengan norma
sopan santun yang bersifat lahiriyah dan norma hukum yang bersifat mengikat dan
pelakunya dapat dikenai sanksi hukum jika melanggarnya, norma moral merupakan
tolak ukur yang dipakai untuk mengukur kebaikan seseorang. Dengan norma-norma
moral kita benar-benar dinilai. Itulah sebabnya penilaian moral selalu
berbobot. Kita tidak dilihat dari salah satu segi, tetapi sebagai manusia.
Seseorang yang tampak sebagai pedagang yang baik, warga negara yang taat, dan
selalu berbicara sopan belum dapat segera ditentukan apakah dia benar-benar
seorang yang baik. Barangkali saja dia seorang munafik, atau hanya untuk mencar
keuntungan. Apakah ia baik atau buruk, itulah yang menjadi permasalahan moral.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa hakikat dari
manusia ?
2.
Apa definisi
moral ?
3.
Apa saja
ciri-ciri manusia makhluk bermoral ?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui
hakikat manusia.
2.
Untuk mengetahui
definisi moral.
3.
Untuk mengetahui
ciri-ciri manusia makhluk bermoral.
D.
Manfaat
1.
Untuk memenuhi
tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf.
2.
Untuk menambah
pengetahuan mahasiswa tentang Akhlak Tasawuf.
3.
Untuk memahami
dan mengetahui manusia merupakan makhluk bermoral.
BAB II
ISI
A.
Hakikat Manusia
Menurut Al-Syaibany menyebutkan delapan
prinsip-prinsip manusia yang menjadi dasar filosofis bagi pandangan pendidikan
Islam, yaitu :
1.
Manusia adalah
makhluk paling mulia di alam ini. Allah telah membekalinya dengan
keistimewaan-keistimewaan yang menyebabkan ia berhak mengungguli makhluk lain.
2.
Kemuliaan
manusia atas makhluk lain adalah karena manusia diangkat sebagai khalifah (wakil) Allah yang bertugas
memakmurkan bumi atas dasar ketakwaan.
3.
Manusia adalah
makhluk berfikir yang menggunakan bahasa sebagai media.
4.
Manusia adalah
makhluk tiga dimensi sepeti segi tiga sama kaki, yang terdiri dari tubuh, akal,
dan ruh.
5.
Pertumbuhan dan
perkembangan manusia dipengaruhi oleh faktor keturunan dan lingkungan.
6.
Manusia mempunyai
motivasi dan kebutuhan.
7.
Manusia sebagai
individu berbeda dengan manusia lainnya karena pengaruh faktor keturunan dan
lingkungan.
8.
Manusia
mempunyai sifat luwes dan selalui berubah melalui proses pendidikan.
Dengan berpegang pada delapan prinsip tersebut, dapat
kita tentukan konsep tentang hakikat manusia. Konsepsi ini tentunya mencakup
pembahasan tentang proses penciptaan manusia, tujuan hidup, kedudukan, dan
tugas manusia.
Menurut Musa Asy’arie menyebutkan empat tahap proses
penciptaan manusia, yaitu tahap jasad, tahap hayat, tahap ruh, dan tahap nafs.
1.
Tahap Jasad
Al-Qur’an
menjelaskan bahwa permulaan penciptaan manusia adalah dari tanah (turab), yaitu tanah berdebu. Penciptaan
dari tanah ini tidak berarti bahwa manusia dicetak dari tanah. Penciptaan ini bermakna
simbolik, yaitu sari pati yang membentuk tumbuhan atau binatang yang kemudian
menjadi bahan makanan bagi manusia.
2.
Tahap Hayat
Awal
mula kehidupan manusia menurut Al-Qur’an adalah air. Maksud air kehidupan
adalah sperma. Sperma ini kemudian membuahi sel telur yang ada dalam rahim
serang ibu. Sperma inilah yang merupakan awal mula kehidupan seorang manusia.
3.
Tahap Ruh
Maksud
ruh disini adalah sesuatu yang dihembuskan Tuhan dalam diri manusia dan
kemudian menjadi bagian dari diri manusia. Adanya proses peniupan ruh yang
ditiupkan Tuhan dalam diri manusia dan kemudian diiringi dengan pemberian
pendengaran, pengelihatan, dan hati merupakan bukti bahwa yang menjadi pimpinan
dalam diri manusia adalah ruh.
4.
Tahap Nafs
Kata
“nafs” dalam Al-Qur’an mempunyai pengertian
diri (keakuan). Diri atau keakuan adalah kesatuan dinamik dari jasad, hayat,
dan ruh. Kesatuan ini bersifat spiritual yang tercermin dalam aktivitas
manusia.
Al-Qur’an menjelaskan bahwa tidaklah
semata-mata Allah menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah
kepada-Nya. Ibadah (pengabdian) yaitu nama bagi segala sesuatu yang dicintai
dan diridhai Allah, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Maksudnya, tujuan
hidup manusia adalah ibadah kepada Allah dalam segala tingkah lakunya.
Kedudukan manusia menurut Al-Qur’an adalah khalifah
(pengganti) Allah dibumi. Manusia sesungguhnya diperintah untuk mengembangkan
sifat-sifat Tuhan menurut perintah dan petunjuk-Nya. Seyogianya manusia
menganggap proses perwujudan sifat-sifat Tuhan sebagai suatu amanah, agar
manusia mempunyai tanggung jawab yang besar dalam melaksanakan tugasnya.
Manusia dibekali potensi (fitrah) oleh Allah, para ahli filsafat
telah memberikan berbagai predikat kepada manusia, yaitu :
1.
Manusia adalah homo sapiens, artinya makhluk yang
mempunyai budi pekerti.
2.
Manusia adalah animale rational, artinya binatang yang
dapat berfikir.
3.
Manusia adalah homo laquen, artinya makhluk yang pandai
menciptakan bahasa.
4.
Manusia adalah homo faber, artinya makhluk yang pandai
membuat perkakas.
5.
Manusia adalah zoon poloticon, artinya makhluk yang
pandai bekerja sama.
6.
Manusia adalah homo
economicus, makhluk yang tunduk terhadap prinsip-prinsip ekonomi.
7.
Manusia adalah homo religius, artinya makhluk yang
beragama.
8.
Manusia adalah homo planemanet, artinya makhluk yang
diantaranya terdiri dari unsur rohaniah-spiritual.
9.
Manusia adalah homo educandum (educable), artinya makhluk yang dapat menerima pendidikan.
B.
Definisi Moral
Secara etimologis, kata moral berasal dari
kata “mos” bentuk jamak dari “mores” yang artinya adat istiadat .Kata
moral atau dalam bahasa latin “Moralitas”
merupakan istilah untuk menyebutkan orang lain dalam tindakan yang mempunyai
nilai positif. Menurut Hurlock (edisi ke-6, 1990) moral adalah sopan santun,
kebiasaan, adat istiadat dan aturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota
suatu budaya.
C.
Ciri-Ciri Manusia Bermoral
KH. Drs. Abu Tauhied Ms mengemukakan ada
enam ciri manusia bermoral, yaitu: beriman dan bertakwa, giat dan gemar
beribadah, berakhlak muli, sehat jasmani, rohani dan aqli, giat menuntut ilmu,
bercita-cita bahagia dunia dan akhirat.
1.
Beriman dan
Bertaqwa
Iman
yaitu diyakini dengan sepenuh hati, diucapkan dengan lisan, dan diwujudkan
dengan amal perbuatan. Sedangkan Taqwa diartikan sikap memelihara keimanan yang diwujudkan dalam pengamalan ajaran agama
Islam secara Istiqomah. Taqwa inilah yang membedakan derajat kemuliaan
seseorang disisi Allah, seperti yang telah dijelaskan dalam QS. Al-Hujurat:13
yang artinya “Sesungguhnya yang paling
mulia diantara kamu dihadapan Allah adalah orang yang paling bertaqwa”.
2.
Giat dan Gemar
Beribadah
Mengingat
bahwa ibadah merupakan tujuan diciptakannya manusia oleh Allah, maka sudah
seharusnya bila seorang manusia yang berkepribadian muslim dan bermoral gemar
dalam ibadah, ia akan selalu memanfaatkan setiap waktunya untuk beribadah
kepada Allah.
3.
Berakhlak Mulia
Berakhlak
mulia merupakan pertanda kesempurnaan iman seseorang, maka sudah seharusnya
manusia berkepribadian muslim dituntut untuk memiliki ciri sebagai makhluk yang
berakhlak mulia.
4.
Sehat Jasmani,
Rohani dan Aqli
Islam
menghendaki agar umatnya sehat dan kuat, baik jasmani, rohani, dan akalnya.
Islam tidak menghendaki umatnya lemah dan sakit-sakitan. Dalam hal ini Nabi
Muhammad SAW. Bersabda: “Orang mukmin
yang kuat adalah lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada prang mukmin
yang lemah” (HR. Muslim) .
a.
Sehat jasmani,
maksudnya adalah ia harus memiliki tubuh yang kuat, sehat, dan trampil.
b.
Sehat rohani,
maksudnya ia harus memiliki mental yang kuat, teguj pendirian, istiqomah,
bersemangat tinggi, tahan terhadap segala godaan maupun cobaan, dan tawakal
kepada Allah.
c.
Sehat aqli, maksudnya ia harus memiliki akal
yang cerdas, sehat, mampu berpikir kritis, punya wawasan luas dan berilmu
pengetahuan tinggi.
5.
Giat Menuntut
Ilmu
Islam
sangat menghargai ilmu dan orang-orang yang berilmu. Dalam QS. Az-Zumar: 9,
Allah mengajukan pertanyaan yang bersifat sindiran terhadap orang yang bodoh da
pujian terhadap orang-orang yang pintar (berilmu) yang artinya “Katakanlah, adakah sama orang-orang yang
berilmu dengan orang-orang yang tidak berilmu? Sesungguhnya yang bisa menerima
pelajaran itu hanyalah orang-orang yang berakal”.
Untuk
memahami moral, kita harus memposisikan hati nurani (qolbu) dalam keadaan
sehat, jernih, dan suci maka segala amal perbuatan manusiapun menjadi bermoral.
Akal manusia diberikan untuk berfikir secara logis dengan batas kemampuan
berfikirnya masing-masing. Dan dari berfikir itu lah manusia dapat menemukan
sebuah ilmu. Apabila ilmu dihubungkan dengan moral maka tentu saja akan
menghasilkan manfaat yang besar.
6.
Bercita-cita
Bahagia Dunia dan Akhirat
Islam
adalah agama yang menyeru umatnya untuk mengejar kebahagiaan dunia dan akhirat
sekaligus. Islam tidak membenarkan seseorang hanya mengejar kebahagiaan akhirat
semata, sampai-sampai melupakan atau mengorbankan kebahagiaan hidupnya di
dunia. Berpijak dari pernyataan tersebut, maka manusia hendaknya bersikap :
a.
Tekun beribadah,
berhati-hati dan sangat teliti dalam menjalankannya.
b.
Gemar bekerja
keras, tekun, giat, dan tahan menghadapi tantangan dan cobaan, namun tetap
bertawakal kepada Allah.
c.
Bila terjadi
kontradiksi antara kepentingan dunia dengan kepentingan akhirat, maka dia akan
lebih mementingkan kepentingan akhirat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Manusia adalah makhluk paling mulia di alam
ini. Allah telah membekalinya dengan keistimewaan-keistimewaan yang menyebabkan
ia berhak mengungguli makhluk lain. Sedangkan moral adalah sopan santun,
kebiasaan, adat istiadat dan aturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi
anggota suatu budaya.
Di lingkungan masyarakat kita terdapat
aturan-aturan yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengarah pada manusia untuk bergaul, berpakaian, bersikap,
dan lain sebagainya. Fitrah manusia sebagai manusia yang terlahir dalam keadaan
baik, maka sudah sepatutnya dalam pengembangan hidupnya dan menjalani hidupnya
dengan berbagai kebaikan dan bermoral.
Nilai-nilai moral mengandung nasihat,
peraturan, dan perintah yang turun temurun melalui suatu budaya tertentu. Sudah
sepatutnya manusia bermoral baik dalam kehidupannya karena mereka hidup bersama
dan saling berinteraksi, manusia harus mempunyai kepribadian baik untuk saling
menghargai dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam beribadah kepada Allah.
B.
Saran
Dengan pembuatan makalah ini kita dapat
mempelajari dan memahami serta mengambil hikmah betapa pentingnya moral dalam
kehidupan umat manusia. Mengetahui ciri-ciri manusia yang bermoral menjadikan
kita semakin tahu bagaimana menjalani kehidupan bermasyarakat dengan lebih
baik. Semakin yakin untuk tunduk dan beribadah kepada Allah serta mengejar
kebahagiaan dunia dan akhirat sekaligus.
DAFTAR PUSTAKA
·
Suharto, Toto.
2016. Filsafat Pendidikan Islam. Cet.
III; Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.
·
Budiyanto,
Mangun. 2013. Ilmu Pendidikan Islam.
Yogyakarta : Penerbit Ombak.
·
Tafsir, Zaenal
Arifin dan Komarudin. 2002. Moralitas
Al-Qur’an dan Tantangan Modernitas. Yogyakarta : Gama Media Offset.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar